Wednesday, January 17, 2007

BERKAH BAGI KANTIN BU SURI DI BALIK RAIBNYA ADAM AIR

17-01-2007 SPK UJP
BERKAH BAGI KANTIN BU SURI DI BALIK RAIBNYA ADAM AIR


Oleh Rahma Saiyed

Tidak hanya Bakri (53), nelayan dari dusun Loji'E, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulsel yang ketiban 'durian runtuh' karena mengantongi Rp50 juta atas temuannya berupa serpihan sayap belakang kanan pesawat Adam Air KI-574 yang hilang sejak 1 Januari 2007.
Tetapi, keberkahan serupa juga dinikmati Bu Suri (35), pemilik kantin yang sehari-hari beroperasi di dalam kawasan Pangkalan TNI Angkatan Udara Lanud) Hasanuddin Makassar.
Sejak pesawat Adam Air Boeing 737-400 ini dinyatakan hilang di wilayah udara Sulawesi Selatan dan Barat, Lanud Hasanuddin Makassar yang biasanya hanya didatangi oleh personil berseragam biru tua dan muda ini, tiba-tiba menjadi ramai dikunjungi para pemburu berita, baik dari luar maupun dalam Kota Makassar.
Para wartawan menggunakan kantin Bu Suri ini untuk melepas lelah usai mengirim laporannya ke redaksi masing-masing, atau untuk mengaso guna menunggu keterangan pers dari pihak SAR yang dipimpin Dan Lanud, Marsma Eddy Suyanto.
Kantin Bu Suri yang sederhana namun bersih ini rasanya menjadi tempat yang paling enak untuk bercanda dan berdialog di kalangan wartawan sambil mengganjal perut dengan hidangan-hidangan sederhana dan murah. Spontan kantin yang biasanya menjadi tempat makan para anggota TNI-AU ini, tiba-tiba berubah menjadi 'sekretariat' para wartawan pada waktu-waktu makan pagi dan siang.
Tidak heran, penghasilan yang diperoleh Bu Suri yang akrab ini meningkat menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan biasanya.
Dia mengaku biasanya hanya memperoleh sekitar Rp100 ribu per hari, tetapi setelah pesawat Adam Air ini hilang dan Lanud Hasanuddin jadi Posko SAR, pendapatannya kini rata-rata mencapai Rp300 ribu per hari.
Di dalam kawasan Lanud Hasanuddin Makassar ini, terdapat beberapa kantin, tetapi para wartawan lebih senang mendatangi kantin Bu Sur karena harganya lebih murah.
Bila memesan 'intel' atau indomie telur misalnya, cukup mengeluarkan Rp3.000, sedangkan untuk jenis makanan tradisional lainnya seperti satu porsi nasi lengkap dengan ikan dan sayur mayurnya, hanya sekitar Rp5.000 - Rp6.000/porsi.
Karena itu, tidak heran bila daftar harga dan menu yang ditawarkan kantin Bu Sur sesuai dengan selera sebagian wartawan termasuk para anggota TNI AU dan karyawan yang bertugas di Lanud Hasanuddin ini.
Meski tiba-tiba omzet dagangannya ini meningkat drastis, namun Bu Suri tidak ingin memanfaatkan peluang tersebut untuk menaikkan harga, kendati beberapa orang telah menyarankan kepadanya untuk 'mempermainkan' harga dan memanfaatkan situasi seperti ini.
"Saya kasihan lihat mereka, tidak tega menaikkan harga. Biarlah harganya tetap seperti ini, yang penting lakunya banyak, sehingga pendapatan tetap naik," ujar Bu Suri dengan menambahkan, kalau ia menaikkan harga, bisa-bisa pengunjung beralih ke tempat lain sehingga omzetnya bisa jatuh kembali.
Salah satu kekurangan dari kantin yang dikelola isteri Sersan Suryanto ini adalah tidak selalu tersedia makanan ringan yang sering dicari-cari pelanggan yakni pisang goreng.
Ibu yang tinggal di asrama TNI AU ini mengaku tidak bisa menjual pisang goreng setiap hari, karena Pasar Maros tempatnya berbelanja hanya buka pada hari Selasa dan Kamis, sehingga hanya pada hari itulah ia bisa berbelanja pisang untuk digoreng.
"Pisang goreng tidak ada karena hari ini bukan hari pasar," kata Sur dengan senyum yang menghiasi wajahnya, ketika salah seorang pengunjung memesan pisang goreng.
Saking seringnya para pelanggan meminta berbagai macam makanan dan minuman ringan seperti sprite, coca cola, fanta, fresh tea dan makanan ringan lainnya, Bu Suri kadang memaksakan diri untuk berbelanja ke Kota Makassar dalam jumlah yang banyak.
Meski demikian, para wartawan dan sejumlah pelanggannya tetap setia mengunjungi kantin tersebut. Tidak ada memang yang spesial dengan kantin Bu Suri yang telah mendapat kepercayaan dari istri Danlanud ini untuk melayani para tamu kehormatan TNI AU di Lanud Hasanuddin Makassar.
Bahkan salah seorang wartawan mengaku telat menemukan kantin ini. "Seandainya saya mengetahuinya lebih dahulu, mungkin uang saya tidak cepat habis hanya untuk membeli makanan dan minuman dalam kawasan Pangkalan TNI AU Hasanuddin ini," katanya.
Pasalnya, sebelum perutnya "tertambat" di kantin, wartawan dari media nasional, Kasim (nama samaran) ia terpaksa merogoh kantongnya Rp12 ribu sekali makan.
Ia mengaku merasa tertolong dengan kehadiran kantin yang dikenal murah meriah ini.
Salah seorang wartawan yang sengaja dikirim dari Jakarta untuk peliputan musibah Adam Air di Kota Makassar juga menuturkan hal yang sama bahwa dirinya lebih senang makan di kantin ini dibanding harus memesan makanan di hotel mengingat tarifnya pun jauh lebih mahal dan kurang mengeyangkan. Sebelum dan setelah jumpa pers digelar di Posko Adam Air Lanud Hasanuddin, biasanya Bambang menyempatkan mengunjungi kantin untuk makan atau sekedar minum kopi hangat. "Bila pagi-pagi tidak sempat sarapan di penginapan, biasanya makan di kantin ini sambil menunggu jumpa pers," ujarnya dengan tertawa.
Hal senada diakui salah seorang anggota TNI-AU, Prada Agus yang menjadikan kantin ini sebagaia tempat sarapan. Maklum, lelaki berusia 24 tahun ini belum berkeluarga dan nyaris tidak memiliki waktu untuk menyiapkan/membuat sarapan.
(T.K-RS/B/K002/K002) 17-01-2007 01:01:13

Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA