Monday, January 8, 2007

ABU ALI BARU RAJIN SALAT DI ATAS SEKOCI PENYELAMAT

08-01-2007 PUM UJP
ABU ALI BARU RAJIN SALAT DI ATAS SEKOCI PENYELAMAT

Abu Ali (26) tak henti-hentinya mengucapkan kata 'Alhamdullillah' setelah berhasil diselamatkan KM Mandiri VI setelah terombang ambing di lautan selama 10 hari bersama 14 penumpang dan ABK KM Senopati yang tenggelam 30 Desember 2006 di perairan Mandalika, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini mengakui bahwa dirinya benar-benar takjub saat doa dan usaha mereka selama berada di lautan lepas untuk selalu melaksanakan salat berjamaah di atas perahu sekoci, akhirnya dikabulkan Sang Maha Kuasa.
"Padahal saya selama ini jarang sekali solat," kata Ali yang berjanji akan mencium kaki ibunya, Muntama (50), bila kembali ke daerah asalnya, Lamongan, Jawa Timur. Ia sungguh yakin bahwa doa ibunyalah yang membuat dirinya selamat dari bencana yang amat menakutkan itu.
Dalam perjalanan dari Pelabuhan Makassar menuju Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo menggunakan ambulans, Ali menuturkan bahwa saat KM Senopati oleng akibat diterjang badai angin dan ombak, beberapa penumpang menceburkan diri ke laut sebelum kapal itu tenggelam. Sebagai awak kapal, Ali langsung melepaskan perahu sekoci dan segera naik ke atasnya yang kemudian disusul sejumlah penumpang dan awak kapal lainnya.
Satu persatu, Ali bersama dengan mereka yang telah berada di atas perahu sekoci itu, menarik beberapa penumpang yang berada di sekitarnya hingga berjumlah 15 orang. Mereka pun tidak tahu harus berbuat apa lagi selain pasrah kepada Tuhan dan ikhlas mengikuti ke mana saja ombak dan angin membawa mereka. Selama 10 hari berada di lautan, Ali bersama dengan 14 teman seperjuangan hanya makan biskuit yang tersimpan dalam sekoci. "Kami makannya sedikit-sedikit, satu biskuit dibagi menjadi empat hingga enam potong," ujar ABK yang baru sembilan bulan hijrah ke PT Prima Vista, pemilik KM Senopati Nusantara yang tenggelam itu.
Untuk tetap menjaga kesehatan, korban selamat ini hanya mengandalkan air hujan. Pembagian air minumnya pun digilir satu per satu dengan menggunakan penutup senter atau dengan tutup botol aqua. Bila menjelang malam tiba, Ali mengaku sangat gembira melihat ada cahaya di tengah lautan dan berharap cahaya itu datang mendekat ke arah mereka dan segera memberi pertolongan.
Tetapi Ali bersama dengan rekan-rekannya yang lain tiba-tiba menjadi sedih saat cahaya itu hilang di kegelapan malam. Hingga suatu hari, tepat tanggal 7 Januari sekitar pukul 21.00 Wita, selepas mereka melaksanakan salat Isya secara berjamaah, tiba-tiba muncul sebuah cahaya lagi.
Cahaya itu semakin mendekat ke arah mereka hingga akhirnya tampak jelas terlihat sebuah kapal. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka segera meniupkan sempritan. Kapal itu kemudian semakin mendekat ke arah mereka hingga akhirnya datang memberikan pertolongan. Satu persatu, korban KM Senopati ini segera dievakuasi. "Perasaan lega dan rasa syukur yang tak terhingga sulit kami ungkapkan," ujar Ali seraya mengatakan bahwa perjuangan mereka mengarungi lautan dengan arah yang tidak jelas akhirnya membuahkan hasil.
Air mata Ali tiba-tiba menetes saat mengingat saudara seperjuangannya, Agus (18) asal Solo, meninggal dalam perjalanan setelah berhasil dievakuasi. "Dia memang punya penyakit asma," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Setidaknya, kata Ali, musibah ini memiliki hikmah tersendiri bagi dirinya. Selain mendapatkan hidayah, dia juga mendapat banyak saudara, saudara yang menemaninya dalam perjuangan mengarungi lautan yang luas ini.
Ali sempat berpikir mereka akan terdampar di Pulau Selayar dengan pertimbangan bahwa saat ini memasuki musim barat dengan arah angin ke timur. Dia mengakui, dua kali sekocil yang mereka tumpangi itu nyaris tiba di daratan, tetapi tiba-tiba datang angin dan ombak yang menghempaskan mereka hingga kemali ke lautan.
Yang jelas katanya, sebagai tanda syukurnya, Ali hanya akan bersimpuh di hadapan ibundanya tercinta yang kini telah menjanda. Berbeda halnya dengan Naslim (19) yang rencananya akan membuat syukuran bersama dengan seluruh anggota keluarga bila telah tiba di kampung halamannya.
Lelaki yang beralamat di Demak ini mengaku benar-benar tidak percaya bila dirinya bisa selamat bersama dengan ke-13 rekannya yang lain. Pasalnya, kata Naslim, saat KM Senopati itu tenggelam, dia tertidur lelap dan baru tersadar saat dirinya sudah berada di air. "Untung saya ditarik oleh seseorang yang telah berada di atas sekoci," ujarnya.
Tetapi yang jelas, katanya, keselamatan mereka itu tidak terlepas dari doa mereka dengan salat berjamaah. Hal ini diakui pula Abdul Wahid (24) asal Kudus. Dia mengakui bahwa keselamatan mereka itu tentunya tidak terlepas dari doa orang-orang yang mereka cintai. Wahid sendiri mengaku stres selama terombang-ambing di lautan 10 hari. Namun dia kembali bangkit dan terus berjuang, optimistis bisa selamat setelah mengingat istri dan anaknya yang baru berumur lima bulan. Seolah-olah jiwa-jiwa orang yang disayanginya itu datang memberikan spirit. Padahal, katanya, saat KM Senopati itu teggelam, ia terjebak di dalam kapal, tetapi beruntung dia berhasil menyelamtkan diri dengan cara berenang, mencari celah-celah jalan keluar dari kungkungan kapal nahas itu. Dijemput Gubernur Sulsel Abu Ali, Naslim dan Abdul Wahid adalah tiga dari 15 penumpang KM Senopati Nusantara yang diselamatkan KM Mandiri Enam pada Minggu malam pukul 21.05 Wita. Mereka dievakuasi ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan tiba di Pelabuhan Soekarnno-Hatta Makassar, Senin petang, namun seorang di antaranya meninggal dunia di atas kapal tersebut sebelum merapat di pelabuhan. Gubernur Sulsel HM. Amin Syam, Kapolda Sulsel Irjen Pol Aryanto Boedihardjo dan Wakil Walikota Makassar Andi Hery Iskandar menjemput para korban di tangga kapal di dermaga Soekarno-Hatta pada pukul 17.30 Wita. Di dermaga, sebanyak 16 ambulans telah menanti. Para korban ditandu dari atas kapal oleh tim relawan dan langsung masuk ke dalam ambulans yang kemudian membawa mereka ke Rumah Sakit Wahidin Soedirohusodo untuk mendapat perawatan. Sementara itu, jenazah Agus DH (18) asal Solo dibawa ke RS Bhayangkara Makassar untuk diotopsi. Nama-nama para korban tersebut seperti tercantum dalam daftar yang dibagikan Basarnas kepada wartawan masing-masing Sunaryo asal Semarang, Abu Ali (Lamongan), Adi Kurniawan (Brebes), Rachim (Kolaka, Sultra), keempatnya adalah ABK kapal nahas tersebut. Sementara ke-11 penumpangnya adalah M. Maslim (Demak), Fanik Gunawan (alamat tidak jelas), Baiman (Cilacap , Sigit Hariyanto (Pangkalan Bun/Kalteng), Abdul Wahid (Kudus), Roni (Demak), Sarito (Pekalongan), Sugiyono (Kudus), Suriani (Dinas Pertanian Kalteng), Agus DH (Solo-meninggal) dan Suryadi (Pekalongan). Mualim II KM. Mandiri Enam Eko Supriantono kepada wartawan menjelaskan, saat mereka melintas di sekitar pulau Talak dekat Selat Makassar pukul sekitar pukul 21.05 Wita, jurumudi jaga dan perwira jaga mendengar ada orang meniup pluit lalu berteriak-teriak minta tolong.
Kedua ABK itu kemudian melaporkan hal itu kepada nakhoda Amirullah Kamin yang kemudian memerintahkan jurumudi untuk melakukan manuver dan mencari sumber suara.
Para ABK kemudian menemukan sebuah sekoci penyelamat (life craft) terapung-apung berisi 15 orang yang terus berusaha mendayung untuk mendekati kapal. "Para korban itu kemudian kami angkat satu per satu termasuk 'life-craft' yang mereka tumpangi sejak musibah itu terjadi 29 Desember 2006," ujarnya dan menambahkan, upaya penyelamatan itu hanya berlangsung sekitar 30 menit, lalu mereka melanjutkan pelayanan ke Makassar. Kondisi para korban saat ditemukan, ujar Eko, semuanya dalam keadaan lemah karena kekurangan cairan dan kulit terkelupas akibat panas matahari, namun Agus (18) asal Solo memang dalam kondisi yang agak kritis.
"Sampai di atas kapal, mereka kami beri minum, makan dan mengganti pakaian-pakaian mereka, sehingga kondisi mereka berangsur pulih. Namun tiba-tiba, tadi pagi, Agus mengalami sesak napas dan akhirnya meninggal dunia," ujar Eko dan mengatakan, menurut korban ia memang menderita penyakit asma. Mengutip pengakuan para korban, Eko menyebutkan, beberapa hari setelah kapal yang memuat 600 penumpang lebih itu tenggelam di perairan Mandalika, Kabupaten Jepara hari Jumat (29/12), ada sebuah kapal asing melintas di dekat mereka, namun rupanya kapal itu tidak mendengarkan teriakan mereka sehingga kapal itu berlalu tanpa memberi pertologan. Sejak kapal itu tenggelam, ke-15 penumpang itu memang berada dalam satu life-craft itu, dan hingga KM Mandiri Enam milik PT. Gurita Lintas Samudera, mereka semua dalam keadaan selamat. KM. Mandiri VI bertonase 1.600 GRT dengan panjang 126 meter membawa 27 ABK itu berangkat dari Probolinggo, Jawa Timur hari Sabtu (6/1) dengan tujuan akhir Halmahera, Maluku, dan berniat singgah ke Makassar untuk mengisi air dan bahan bakar. (T.K-RS/B/K002/K002) 08-01-2007
23:49:43

Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA

YOSO PELUK ISTERI DI DALAM MIMPI

08-01-2007 SPK UJP
YOSO PELUK ISTERI DI DALAM MIMPI


Oleh Rahma Saiyed

"Mas, kalau mau ketemu saya, seperti ini saja ya," ujar Yoso
Siswowiyono (55) dengan mata berkaca-kaca mengenang isterinya yang hingga kini belum diketahui nasibnya.
Juminem, istrinya adalah salah satu penumpang pesawat Adam Air yang hilang sejak Senin, 1 Januari 2007.
Yoso yang kini menginap di hotel Transit Makassar menceritakan pertemuan dengan isterinya, Juminen, di dalam mimpi indahnya pada hari Jumat malam (5/1).
"Kemarin malam saya mimpi bertemu dengan istri. Dia sempat minta dipeluk dan mengatakan; mas kalau mau ketemu dengan saya, seperti ini saja," tuturnya sedih.
Dia memaknai mimpi itu bahwa dirinya tidak akan pernah lagi
bertemu dengan istrinya di alam nyata. Tapi di lain pihak, ia tetap optimis bahwa puteranya Faturrohman (16) yang berada dalam satu pesawat degan ibunya masih hidup.
Yoso yang tinggal di Manado itu juga bercerita mimpinya yang lain saat berada di pinggir pantai ada dua pohon kelapa.
Dalam mimpi itu, dia sedang memanjat salah satu pohon kelapa dan berhasil mengambil buah yang sudah tua. Kemudian Yoso berniat mengambil kelapa muda pada pohon berikutnya tetapi tiba-tiba ditegur seseorang untuk tidak mengambil buah tersebut.
Menurut kepercayaan orang Jawa, Yoso yang kelahiran Surabaya dan kini menjadi transmigran di Manado itu, mimpi itu bermakna bahwa bila buah kelapa tersebut berhasil diambil, itu berarti ada salah seorang anggota keluarga yang jatuh sakit atau meninggal.
Dia mengibaratkan buah kelapa tua yang berhasil diambilnya itu adalah sosok sang istri, sedangkan buah kelapa muda yang tidak jadi diambilnya adalah anaknya, Faturrohman.
Optimisme ini pun semakin kuat saat anaknya yang lain, Suyanto (24) berhasil mengontak Faturrohman melalui ponselnya beberapa jam setelah pesawat naas itu dinyatakan hilang kontak dengan menara kontrol (ATC) bandara Hasanuddin, Senin peang (1/1).
Keyakinan akan nasib anaknya ini membuat dia semakin bersemangat dan tabah menanti kabar atas nasib pesawat naas dan penumpangnya itu, terutama saat Wapres HM Jusuf Kalla menyatakan bahwa pencarian akan terus dilakukan sampai pesawat itu ditemukan.
Muslina Said (48), keluarga korban lain, juga tetap yakin bahwa suaminya, Bram Tangahu (50) masih hidup.
Ibu seorang puteri yang bekerja di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo ini menuturkan bahwa pesawat
yang ditumpangi suaminya ini berada di dalam hutan tapi dia sendiri tidak mengetahui hutan tersebut ada di mana.
Bisikan batinnya mengenai nasib suaminya yang menjabat Kepala
Dinas Kehutanan ini semakin terasa saat ia makan. Dia mengenal kebiasaan suaminya yang selalu membawa bekal air minum bila bepergian jauh sehingga diyakini dengan perbekalan tersebut akan membuatnya bertahan hidup apalagi didukung dengan fisik atletis suaminya.
Keyakian akan nasib keluarganya yang selamat dalam insiden pesawat itu juga dirasakan Aris Sujitno (55). Ia mengaku berhasil menghubungi ponsel anaknya, Bobby (29).
"Saya melamun, membayangkan orang yang berjalan di depan hotel itu adalah Bobby dan tiba-tiba langsung mengubungi ponselnya pada hari Sabtu (6/1)," tutur Aris yang mengaku merinding saat berhasil menghubungi ponsel anaknya tersebut.
"Saya tidak tahu harus bilang apa kalau dia nanti menjawab panggilan itu," katanya dengan mata berkaca-kaca. Tetapi sayang, hubungan telepon itu tiba-tiba terputus. Saat berusaha dihubungi kembali, ponsel tersebut sudah tidak aktif, hanya terdengar suara operator yang mengatakan bahwa nomor tersebut berada di luar jangkauan," ujarnya. Mulai tersenyum
Meksipun suasana duka masih terus melanda hotel Transit I dan II tempat para keluarga korban diinapkan pihak Adam Air selama enam
hari terakhir, namun sejumlah wajah sudah mulai mampu tersenyum dan bercanda satu dengan yang lain.
Wajah-wajah yang tadinya selalu dibasahi oleh air mata, kini mulai tampak senyum merekah, seolah-olah tidak sabar lagi menanti sang kekasih yang sebentar lagi akan bertemu.
Ucapan syukur "alhamdulillah" sempat terdengar dari mulut salah seorang keluarga korban Adam Air setelah Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa berdasarkan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, proses pencarian harus terus dilakukan tanpa dibatasi waktu dan biaya.
Pemerintah siap menanggung berapa pun dana yang dibutuhkan dalam proses pencarian sebanyak 102 penumpang bersama enam orang awak pesawat yang ikut dalam penerbangan tersebut.
"Perintah presiden, pencarian harus dilakukan terus tanpa ada
batas waktu. Soal dana, tidak usah dipikirkan," jelas Kalla dihadapan para keluarga korban dalam sebuah pertemuan di Pangkalan TNI AU Hasanuddin Makassar seraya memberikan rasa simpatinya dengan mengatakan bahwa duka yang dialami keluarga para korban juga duka bagi bangsa dan negara.
Beberapa diantara para keluarga para korban ini, ada yang terlihat mengelus dada dan mengusap wajahnya dengan kedua belah tangganya. Tidak ada memang yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan mereka saat mendengar pernyataan Kalla ini, yang terlihat di wajah mereka adalah sesungging senyuman yang sempat terlintas dari bibir para keluarga korban dengan mata berkaca-kaca.
Kegembiraan makin bertambah karena orang nomor dua di Indonesia asal Bone, Sulsel ini membolehkan para keluarga korban ikut dalam proses pencarian melalui pesawat udara.
Beberapa keluarga korban ada yang mengaku merasa terhibur dengan perhatian pemerintah ini. Hal ini membuat mereka semakin optimis bila dapat menemukan anggota keluarganya dalam keadaan selamat.
Perasaan lega ini juga dialami Presiden Direktur PT Adam Sky
Connection, Adam Suherman setelah mendengar pernyataan Jusuf Kalla.
Dia menganggap bahwa hal tersebut merupakan 'support' bagi dirinya, terutama bagi perusahaan untuk tetap mencari pesawat itu hingga ditemukan.
Ia mengaku tidak mau berpikiran macam-macam mengenai kondisi pesawat beserta penumpang dan awaknya.
"Saya kini hanya fokus dimana keberadaan pesawat itu sekarang," ujarnya dan mengaku tetap optimis dan yakin bila semuanya dalam kondisi baik-baik.
"Musibah ini sangat memukul saya," jelasnya dengan mata berkaca-kaca saat menuturkan bahwa ia merasa kehilangan sejumlah rekannya termasuk sang pilot, Revi dan copilot Yoga yang selama ini sangat dekat dengan dirinya.
Adam pun berjanji akan memberikan pelayanan terbaik dan menanggung semua biaya keluarga korban selama berada di Makassar namun pengusaha muda ini belum bisa memberikan kepastian apa-apa mengenai santunan untuk para keluarga korban.
"Saya belum bisa bilang soal santunan, yang jelas kita masih focus dulu pada upaya menemukan pesawat dan penumpang serta awaknya,"
tutur Adam dengan nada lemah. (T.K-RS/B/T010/T010) 08-01-2007 07:53:54


Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA