Friday, May 11, 2007

PROFIL - PROF ACHMAD ALI, RUTAN DAN SIMPATI KOLEGA

1100270 5/11/2007 14:16:49
SPEKTRUM


PROFIL - PROF ACHMAD ALI, RUTAN DAN SIMPATI KOLEGA

Oleh Rahma Saiyed

"Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Seorang hamba yang yakin akan pertolongan Allah, pasti ditolong-Nya."
Itulah keyakinan Profesor Achmad Ali, tersangka kasus dugaan korupsi dana Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin yang baru saja keluar dari Rutan Makassar, setelah empat hari mendekam di terali besi.
"Alhamdulillah saya bisa keluar dari Rutan. Itu adalah janji Allah bahwa doa orang-orang yang terzalimi pasti dikabulkan," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin itu.
Achmad Ali merasa dizalimi karena ia ditahan dengan surat perintah penahanan yang tidak sah.
Namun, menurut anggota Komnas HAM ini, Rutan telah mengajarkan banyak hal berharga, yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
Di Rutan begitu banyak simpati masyarakat yang ia dapatkan, mulai dari para kolega, mahasiswa sampai pada para pejabat.
Sehari setelah dimasukkan Rutan pada 7 Mei 2007, terlihat sejumlah pejabat menjenguknya, seperti Wagub Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, Rektor Unhas Prof Dr dr Idrus Paturusi, bahkan mahasiswa dan akademisi.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Unhas ini mengaku tidak risih dan gengsi berada dalam rutan, sebab menginap "hotel prodeo" seperti itu sudah pernah dialaminya saat menjadi mahasiswa.
Bedanya jika saat mahasisiwa ia ditahan karena melawan kebijakan pemerintah, penahanan saat ini karena ia terjerat kasus korupsi.
Tidur beralaskan tikar pun bukanlah penghalang untuk terlelap dan menikmati istirahat malam.
"Haqqul yaqin saja bahwa semuanya akan berjalan dengan baik," ujar suami Wiwie Heriania Achmad ini.
Sejak keluar dari rutan, calon hakim agung ini mengaku kebanjiran tamu. "Saya kecapaian menerima tamu," ungkap komisoner pada Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste ini.Namun ia bahagia menerima mereka, karena semuanya memberikan perhatian dan dorongan moril.

Ditahan
Prof Achmad Ali mengaku sempat kaget ketika tiba-tiba disodori surat penahanan yang ditandatangani Kajari Makassar, Nashroeddin SH, hanya beberapa saat setelah BAP dilimpahkan penyidik untuk di proses di Pengadilan Negeri, Senin (7/5).
Meski menolak menandatanganinya surat penahanan itu, namun guru besar hukum pidana itu tetap menjalani masa tahanannya. Dengan naik ke mobil pribadi, ia pergi ke Rutan Kelas I Makassar untuk "bermalam" di sel itu.
Namun, setelah empat hari, suhu kempo ini akhirnya dikeluarkan pada Kamis petang sekitar pukul 15.35 Wita. Penangguhannya tersebut disambut gembira para mahasiswa yang selama tiga hari sebelumnya terus berdemo di Kejati untuk memprotes tindakan jaksa menahan Achmad Ali yang dinilai tidak punya dasar hukum yang kuat dan tidak adil.
Tidak ada kesan tegang dan letih di wajah lelaki bertubuh agak kurus, yang menggunakan baju koko putih dan kopiah hitam saat keluar rutan. Ia terus menebar senyum kepada semua orang, termasuk Wagub Sulsel, Syahrul Yasin Limpo yang ikut menyambut Achmad Ali di depan gerbang Rutan.
Setibanya di kediamannya, bibirnya tak henti-hentinya mengucapkan kata syukur dan sesekali menghela nafas panjang karena merasa plong.
Penangguhan penahanan ini, kata Achmad Ali yang akrab disapa Prof AA ini, membuat ia bisa menjalankan aktivitasnya sebagai anggota Komnas HAM dan KKP RI -Timor Leste.
"Saya akan tetap mengikuti persidangan tetapi tentunya, saya juga akan memohon ijin kepada majelis hakim bila berhalangan hadir karena tugas-tugas kenegaraan dan 'fit and proper test' calon hakim agung yang akan dijalaninya," jelasnya.
Sidang perdana kasus dugaan korupsi senilai Rp250 juta ini dijadwalkan dimulai hari Rabu (16/5) di PN Makassar.

Jaminan
Ketua PN Makassar Sudirman Hadi, SH mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka dan memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan Achmad Ali dari tahanan.
Beberapa nama pejabat penting yang ikut memberikan jaminan terhadap penangguhan penahanan calon hakim agung ini antara lain Ketua KKP RI-Timor Leste, Benjamin Mangkoedilaga, Rektor Unhas Idrus Paturusi dan Dekan Fakultas Hukum Unhas Syamsul Bahri serta tim kuasa hukum Achmad Ali yang diketuai Nico Simen, SH.
Kendati demikian, pokok perkaranya tetap akan dilanjutkan dan mengharuskan Prof AA untuk mengikuti sidang perdananya yang direncanakan akan digelar pada Rabu (16/5) di PN Makassar dengan agenda pembacaan dakwaan yang akan dipimpin langsung Ketua PN Makassar Sudirman Hadi dengan hakim anggota masing-masing Soeroso Ono, Sarifuddin Umar, Agus Iskandar, dan Nawawi Komolango.
Tim kuasa hukum Prof AA ini akan meminta waktu untuk menyusun materi eksepsi sepekan setelah pembacaan dakwaan, karena mereka melihat ada kejanggalan dalam kasus dugaan korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Program Pascasarjana nonreguler Fakultas Hukum Unhas periode 1999 sampai 2001 serta penyalahgunaan dana penerimaan UMK (Uang Muka Kerja) yang bersumber dari Program S1 Reguler, S1 Ekstensi dan S2 Non Reguler yang digunakan untuk biaya perjalanan dinas (SPPD) sebesar Rp250 juta.
Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel, Abdul Taufieq mengatakan bahwa pihaknya akan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung ulang jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dana PPS Unhas ini karena mengalami perubahan dari Rp250 juta menjadi Rp336 juta.
Taufieq membeberkan modus operandi kasus ini dimana pada bulan Januari hingga 16 Agustus 1999, tersangka mengeluarkan UMK dengan cara membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, membuat SPPD untuk pembiayaan rangkap di luar peruntukannya dan SPPD yang telah dibiayai tapi tidak dipertanggungjawabkan senilai Rp39.395.600.
Modus operandi yang sama masih terjadi pada anggaran perjalanan dinas tahun 1999 - 2002 dari UMK S1 reguler dan program ekstensi FH Unhas (tanggal 17 Agustus 1999 hingga 31 Januari 2002) dengan nilai kerugian negara mencapai Rp224.329.160.
Dugaan korupsi juga terjadi pada anggaran perjalanan dinas, belanja barang, belanja inventaris dan belanja lain-lain dari UMK pada S2 Hukum Kepolisian Tahun Ajaran 2001, dimana tersangka diduga menyalahgunakan UMK tersebut yang dinilai bukan merupakan kewenangannya dan membuat pertangungjawaban UMK fikif sebesar Rp72.064.600.
Dengan temuan-temuan ini, total kerugian negara diduga mencapai sekitar Rp336.395.600, ujar Taufieq.
Namun penasehat hukum Achmad Ali membantah nilai kerugian tersebut dan mengatakan bahwa dugaan korupsi dalam kasus ini hanya sekitar Rp39 juta.
(T.K-RS/B/T010/T010) 11-05-2007 14:15:40
Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA
1100270 5/11/2007 14:16:49
SPEKTRUM


PROFIL - PROF ACHMAD ALI, RUTAN DAN SIMPATI KOLEGA

Oleh Rahma Saiyed

"Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Seorang hamba yang yakin akan pertolongan Allah, pasti ditolong-Nya."
Itulah keyakinan Profesor Achmad Ali, tersangka kasus dugaan korupsi dana Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin yang baru saja keluar dari Rutan Makassar, setelah empat hari mendekam di terali besi.
"Alhamdulillah saya bisa keluar dari Rutan. Itu adalah janji Allah bahwa doa orang-orang yang terzalimi pasti dikabulkan," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanudin itu.
Achmad Ali merasa dizalimi karena ia ditahan dengan surat perintah penahanan yang tidak sah.
Namun, menurut anggota Komnas HAM ini, Rutan telah mengajarkan banyak hal berharga, yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
Di Rutan begitu banyak simpati masyarakat yang ia dapatkan, mulai dari para kolega, mahasiswa sampai pada para pejabat.
Sehari setelah dimasukkan Rutan pada 7 Mei 2007, terlihat sejumlah pejabat menjenguknya, seperti Wagub Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, Rektor Unhas Prof Dr dr Idrus Paturusi, bahkan mahasiswa dan akademisi.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Unhas ini mengaku tidak risih dan gengsi berada dalam rutan, sebab menginap "hotel prodeo" seperti itu sudah pernah dialaminya saat menjadi mahasiswa.
Bedanya jika saat mahasisiwa ia ditahan karena melawan kebijakan pemerintah, penahanan saat ini karena ia terjerat kasus korupsi.
Tidur beralaskan tikar pun bukanlah penghalang untuk terlelap dan menikmati istirahat malam.
"Haqqul yaqin saja bahwa semuanya akan berjalan dengan baik," ujar suami Wiwie Heriania Achmad ini.
Sejak keluar dari rutan, calon hakim agung ini mengaku kebanjiran tamu. "Saya kecapaian menerima tamu," ungkap komisoner pada Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste ini.Namun ia bahagia menerima mereka, karena semuanya memberikan perhatian dan dorongan moril.

Ditahan
Prof Achmad Ali mengaku sempat kaget ketika tiba-tiba disodori surat penahanan yang ditandatangani Kajari Makassar, Nashroeddin SH, hanya beberapa saat setelah BAP dilimpahkan penyidik untuk di proses di Pengadilan Negeri, Senin (7/5).
Meski menolak menandatanganinya surat penahanan itu, namun guru besar hukum pidana itu tetap menjalani masa tahanannya. Dengan naik ke mobil pribadi, ia pergi ke Rutan Kelas I Makassar untuk "bermalam" di sel itu.
Namun, setelah empat hari, suhu kempo ini akhirnya dikeluarkan pada Kamis petang sekitar pukul 15.35 Wita. Penangguhannya tersebut disambut gembira para mahasiswa yang selama tiga hari sebelumnya terus berdemo di Kejati untuk memprotes tindakan jaksa menahan Achmad Ali yang dinilai tidak punya dasar hukum yang kuat dan tidak adil.
Tidak ada kesan tegang dan letih di wajah lelaki bertubuh agak kurus, yang menggunakan baju koko putih dan kopiah hitam saat keluar rutan. Ia terus menebar senyum kepada semua orang, termasuk Wagub Sulsel, Syahrul Yasin Limpo yang ikut menyambut Achmad Ali di depan gerbang Rutan.
Setibanya di kediamannya, bibirnya tak henti-hentinya mengucapkan kata syukur dan sesekali menghela nafas panjang karena merasa plong.
Penangguhan penahanan ini, kata Achmad Ali yang akrab disapa Prof AA ini, membuat ia bisa menjalankan aktivitasnya sebagai anggota Komnas HAM dan KKP RI -Timor Leste.
"Saya akan tetap mengikuti persidangan tetapi tentunya, saya juga akan memohon ijin kepada majelis hakim bila berhalangan hadir karena tugas-tugas kenegaraan dan 'fit and proper test' calon hakim agung yang akan dijalaninya," jelasnya.
Sidang perdana kasus dugaan korupsi senilai Rp250 juta ini dijadwalkan dimulai hari Rabu (16/5) di PN Makassar.

Jaminan
Ketua PN Makassar Sudirman Hadi, SH mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka dan memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan Achmad Ali dari tahanan.
Beberapa nama pejabat penting yang ikut memberikan jaminan terhadap penangguhan penahanan calon hakim agung ini antara lain Ketua KKP RI-Timor Leste, Benjamin Mangkoedilaga, Rektor Unhas Idrus Paturusi dan Dekan Fakultas Hukum Unhas Syamsul Bahri serta tim kuasa hukum Achmad Ali yang diketuai Nico Simen, SH.
Kendati demikian, pokok perkaranya tetap akan dilanjutkan dan mengharuskan Prof AA untuk mengikuti sidang perdananya yang direncanakan akan digelar pada Rabu (16/5) di PN Makassar dengan agenda pembacaan dakwaan yang akan dipimpin langsung Ketua PN Makassar Sudirman Hadi dengan hakim anggota masing-masing Soeroso Ono, Sarifuddin Umar, Agus Iskandar, dan Nawawi Komolango.
Tim kuasa hukum Prof AA ini akan meminta waktu untuk menyusun materi eksepsi sepekan setelah pembacaan dakwaan, karena mereka melihat ada kejanggalan dalam kasus dugaan korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Program Pascasarjana nonreguler Fakultas Hukum Unhas periode 1999 sampai 2001 serta penyalahgunaan dana penerimaan UMK (Uang Muka Kerja) yang bersumber dari Program S1 Reguler, S1 Ekstensi dan S2 Non Reguler yang digunakan untuk biaya perjalanan dinas (SPPD) sebesar Rp250 juta.
Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel, Abdul Taufieq mengatakan bahwa pihaknya akan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung ulang jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dana PPS Unhas ini karena mengalami perubahan dari Rp250 juta menjadi Rp336 juta.
Taufieq membeberkan modus operandi kasus ini dimana pada bulan Januari hingga 16 Agustus 1999, tersangka mengeluarkan UMK dengan cara membuat Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, membuat SPPD untuk pembiayaan rangkap di luar peruntukannya dan SPPD yang telah dibiayai tapi tidak dipertanggungjawabkan senilai Rp39.395.600.
Modus operandi yang sama masih terjadi pada anggaran perjalanan dinas tahun 1999 - 2002 dari UMK S1 reguler dan program ekstensi FH Unhas (tanggal 17 Agustus 1999 hingga 31 Januari 2002) dengan nilai kerugian negara mencapai Rp224.329.160.
Dugaan korupsi juga terjadi pada anggaran perjalanan dinas, belanja barang, belanja inventaris dan belanja lain-lain dari UMK pada S2 Hukum Kepolisian Tahun Ajaran 2001, dimana tersangka diduga menyalahgunakan UMK tersebut yang dinilai bukan merupakan kewenangannya dan membuat pertangungjawaban UMK fikif sebesar Rp72.064.600.
Dengan temuan-temuan ini, total kerugian negara diduga mencapai sekitar Rp336.395.600, ujar Taufieq.
Namun penasehat hukum Achmad Ali membantah nilai kerugian tersebut dan mengatakan bahwa dugaan korupsi dalam kasus ini hanya sekitar Rp39 juta.
(T.K-RS/B/T010/T010) 11-05-2007 14:15:40
Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA