Friday, May 18, 2007

BLACK BOX DITEMUKAN, KEGETIRAN BARU MUNCUL

29-01-2007 PUM UJP
BLACK BOX DITEMUKAN, KEGETIRAN BARU MUNCUL

Keberhasilan jajaran tim SAR Gabungan menemukan keberadaan kotak hitam dan badan pesawat Adam Air KI 574 di perairan Majene Sulawesi Barat pekan lalu merupakan khabar paling melegakan bagi Marsekal Pertama Eddy Suyanto dan jajarannya selalu SAR Mission Coordinator (SMC). Keberhasilan mendeteksi lokasi black box dan bodi pesawat Boeing 737-400 berkat bantuan US Naval Ship Mary Sears yang menggunakan Towed Pinger Locator (TPL) 40, peralatan canggih milik Amerika Serikat itu merupakan kulminasi dari upaya keras tim SAR mencari pesawat itu selama 27 hari di awal tahun 2007 ini. Namun bagi keluarga korban, kegetiran baru kini muncul, sebab hanya berselang sehari usai pengumuman resmi soal penemuan itu, Wakil Presiden HM Jusuf Kalla menyatakan pencarian dihentikan dan tanggungjawab mengangkat/mengevakuasi black box dan badan pesawat dari dasar laut dengan kedalaman sekitar 2000 meter adalah tanggung jawab maskapia Adam Air.
Pada hari Jumat (26/1) pagi, Komandan KRI Fatahillah, Letkol Maman Firmansyah merapatkan kapalnya di dermaga Layang, Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VI/Makassar dengan tujuan utama untuk memberikan pemaparan lengkap kepada Wadan Lantamal VI/Makassar, Kolonel Laut (P) Uus Kustiwa mengenai proses pencarian pesawat Adam Air yang telah berhasil dideteksi keberadaannya.
Maman bersama tiga orang perwira penghubung (liaison officer) yakni Lettu Hadriman dari KRI Fatahillah, Lettu Robinson dan Kopaska Armatim dan Letda Rahman dari Lantamal VI/Makassar, ditempatkan di atas USNS Mary Sears selama kapal oceanografi itu beroperasi di perairan Selat Makassar untuk membantu mencari keberadaan kotak hitam dan badan pesawat nahas yang hilang bersama 102 penumpang dan awaknya itu.
Mereka telah dipindahkan dari USNS Mary Sears ke KRI Fatahillah menggunakan sekoci pada hari Rabu (24/1) karena KRI Fatahillah hanya diijinkan berada pada jarak 800 meter dari kapal oceanografic negara adidaya itu.
Dalam pemaparannya, Maman Firmansyah menjelaskan bahwa kotak hitam milik Adam Air berada di dua titik koordinat yakni 03.41.02 LS - 118.08.53 BT untuk posisi Flight Data Record (FDR) dengan kedalaman 2000 meter sedangkan posisi Cockpit Voice Record (CVR) berada pada titik koordinat 03.40.22 LS - 118.09.16 BT dengan kedalaman 1900 meter.
Setelah menyampaikan pemaparannya ini, keempat orang perwira penghubung Mary Sears ini pun kembali melaporkan hasil pencariannya kepada SAR Mission Coordinator (SMC), Marsekal Pertama, Eddy Suyanto.
Kepada wartawan, Eddy mengakui bahwa penemuan lokasi kotak hitam dan badan peswat ini telah diketahui sejak tanggal 21 januari 2007 tetapi dia belum berani mengungkapkannya kepada media karena belum memiliki data yang lengkap.
Dalam pencarian pesawat Adam Air pada tanggal 3 Januari 2007 kata Eddy yang juga Komandan Pangkalan TNI AU Hasanuddin ini, KRI Fatahillah dan Ajak langsung menuju ke wilayah Selatan di sekitar kepulauan Makassar dan Palu berasarkan titik ELBA yang berhasil ditangkap menara kontrol (Air Traffic Control - ATC) bandara masing-masing.
Tim SAR dari TNI AL ini pun mempersempit misi pencariannya setelah mendengar informasi nelayan yang melihat sebuah pesawat jatuh di perairan Mamuju, Sulbar. Di sekitar perairan tersebut, KRI Fatahillah dan Ajak berhasil mendeteksi tiga titik logam didasar laut tersebut.
Untuk memastikan tiga titik logam yang tertangkap sonar KRI Fatahillah dan KRI Ajak pada kedalaman 1200-2000 meter dari permukaan laut (dpl), pihak TNI-AL meminta bantuan dari Amerika Serikat untuk menindak lanjutinya sebab peralatan yang dimiliki TNI-AL tidak mampu mendeteksi benda yang berada dalam dasar laut dengan kedalaman hingga 2000 meter dpl.
Namun peralatan yang dimiliki USNS mary Sears pun tidak berhasil mengidentifikasi lempengan logam yang berada di perairan Mamuju, Sulbar.
Pada tanggal 10 Januari, seorang nelayan menemukan serpihan elevator tail stabilizer di Kabupaten Barru dan sonar KRI Nala serta KRI Fatahillah berhasil menangkap signal lempengan logam di perairan Majene, Sulbar.
"Saat itu juga, tim SAR Gabungan diperintahkan untuk melakukan pencarian ke arah Selatan perairan Majene dibantu dengan USNS Mary Sears dengan menggunakan peralatan TPL dan Side Scan Sonar," jelas mantan Komandan Lanud Surabaya ini.
Dengan menggunakan peralatan side scan sonar milik SNS Mary Sears, ditemukan banyak serpihan-serpihan logam di areal seluas 8 mil x 14 mil yang diduga merupakan badan pesawat Adam Air yang mengangkut sebanyak 102 penumpang dan awaknya ini.
Serpihan-serpihan logam tersebut kata Eddy, berada pada titik koordinat 03.40.12 LS - 118.04.12 BT, 03.40.30 LS - 118.09.30 BT, 03.41.06 LS - 118.09.06 BT dan 03.40.42 LS - 118.08.42 BT. Dari beberapa serpihan logam yang berhasil terdeteksi, terdapat serpihan yang diduga milik pesawat Adam Air dalam ukuran terbesar dibanding serpihan-serpihan logam yang ditemukan sebelumnya dengan ukuran panjang 2,23 meter, lebar 1,05 meter dan tinggi 0,55 meter pada kedalaman 1976 meter.

Pesimis

Meski kotak hitam dan badan pesawat ini telah berhasil diidentifikasi namun Eddy mengaku kesulitan melalukan evakuasi jenazah maupun bangkai pesawat Adam Air yang hilang sejak 1 Januari 2007 saat dalam penerbangan Surabaya menuju Menado itu.
Pasalnya, selama dalam proses pencarian pesawat Boeing 737-400 ini, tim SAR Gabungan hanya menemukan sejumlah serpihan pesawat dan potongan rambut manusia beserta dengan kulit kepala.
Saat melakukan pencarian, tim SAR mencoba untuk mengetes dampak dari tekanan udara di bawah laut di perairan Majene sebelum melakukan penyelaman, dengan mengulur dua buah gelas Pepsi dan gelas Mcdonald yang terbuat dari gabus menggunakan kabel hingga kedalaman 1.000 meter.
"Ternyata setelah diangkat kembali, kedua gelas itu telah menyusut dan mengecil. Kecil sekali bentuknya," ujar Eddy untuk menggambarkan betapa tingginya resiko bila harus dilakukan penyelaman untuk mengangkat black box itu. Eddy sendiri mengaku tidak bisa membayangkan besarnya resiko bila pesawat Adam Air yang jatuh di perairan Majene, Sulbar dengan kedalaman hingga 2000 meter coba diangkat dengan mengirim penyelam ke dasar laut.
"Kita berharap saja semoga Tuhan bisa menunjukkan kekuasaan dan kekuatan-Nya sehingga tim SAR Gabungan bisa menemukan beberapa serpihan jasad manusia," harapnya. Namun Ir. Achmad Yasir Baeda, ST. MT dari Universitas Hasanuddin Makassar yang menjadi salah seorang anggota tim analisis hilangnya pesawat Adam Air itu mengatakan, badan pesawat dan black-box masih dimungkinkan untuk diangkat dengan menggunakan alat "grabber" (pencengkeram) yang didatangkan dari Norwegia melalui badan Det Norche Veritas.
Alat ini, katanya memiliki kapasitas mengangkat benda dari dasar laut laut dengan kedalaman sampai satu kilometer.
Alat yang biasa digunakan oleh perusahaan pengelola minyak dan gas bumi lepas pantai tersebut bisa mengangkat bodi pesawat dengan cara mencengkeramnya lalu ditarik ke permukaan laut.
"Hanya ini jalan satu-satunya untuk mengevakuasi badan pesawat sebab bila menggunakan peralatan canggih lainnya, sudah sulit untuk menarik sebab bagian belakang pesawat sudah tidak ada untuk dijadikan pengganjal," jelas Yasir.
Alternatif lain yang bisa dilakukan untuk mengevakuasi bodi pesawat Boeing 747-300 Adam Air yang telah berkeping-keping itu, lanjut dosen Fakultas Teknik yang menekuni bidang ocean engineering ini, adalah dengan memanfaatkan kapal selam yang memiliki kemampuan menyelam hingga 2000 meter dari permukaan laut.
Kapal selam itu nantinya akan mendorong bodi pesawat hingga berada pada posisi maksimal agar mudah diangkat. Masalahnya, moncong pesawat tersebut diprediksi kini masuk ke dalam jurang, menancap di lereng dasar laut Selat Makassar Basin.
Yasir menjelaskan, saat pesawat Adam Air kehilangan kontak, sang pilot berusaha mencari lokasi yang tepat untuk pendaratan, namun tiba-tiba pesawat itu kena hantaman 'cross wind' (terpaan nagin dari samping) pada bagian 'tail stabilisator' bagian kanan pesawat sehingga otomatis posisi pesawat miring ke kanan.
Kondisi tersebut membuat sang pilot kesulitan untuk memutar badan pesawat menuju ke Bandara Hasanuddin karena tail stabilisatornya sudah rusak sehingga alternatif yang dipilih menuju ke Bandara Pongtiku, Tana Toraja, Sulsel. Namun tiba-tiba, pesawat tersebut kembali dihantam angin sehingga membuat pesawat terbang rendah dengan kecepatan 3G atau 30 meter/detik2.
Pada bagian depan sebelah kanan sayap pesawat yang telah mengalami retakan akibat terhempas 'cross wind' itu terdapat lubang yang cukup besar saat pesawat itu terbang dengan ketinggian 3000 kaki.
Akibat lubang yang menganga itu, pesawat tidak lagi memiliki gaya angkat karena tekanan dalam kabin sama dengan tekanan di luar pesawat. Akibatnya pesawat tersebut jatuh ke dalam laut dengan posisi moncong pesawat tertanam di dasar laut.
Sebab itu, lanjut Yasir, proses evakuasi badan pesawat ini akan terasa sulit karena tidak memiliki ruang vacuum pada bangkai pesawat dan pesawat itu telah mengendap di dasar laut.
Sementara itu, akademisi geologi dari Unhas, Dr. Ir. Imran Umar mengatakan bahwa kecil kemungkinan untuk mengangkat jenazah termasuk black box dan badan pesawat tersebut.
Pasalnya, pesawat tersebut diduga tertimbun sedimen lumpur di Perairan Majene, Sulawesi Barat.
Di sekitar perairan tersebut jelas Imran, terdapat tebing-tebing yang memiliki sedimen lumpur yang sangat tebal dimana ketebalan lumpur tersebut hingga saat ini belum diketahui secara pasti karena setiap hari terus dialiri lumpur baru yang terbawa arus dari sunagi-sungai besar.
Kalaupun upayak mengangkat bodi pesawat itu terus dilanjutkan, akan memakan biaya yang cukup tinggi dan peralatan canggih yang mampu menjangkau dasar laut hingga kedalaman 2000 meter dengan tekanan 200 atmosfir dan bisa mengeruk sedimen lumpur yang menutupi bodi pesawat tersebut.
Sedangkan para keluarga korban berharap agar pemerintah menuntaskan pencarian tersebut dengan mengangkat black box dan badan pesawat yang ada di dasar laut. Mereka mengaku cukup lega karena tim SAR Gabungan masih tetap akan melakukan evakuasi pasca ditemukannya berhasil menemukan keberadaan black box dan badan pesawat namun mereka belum puas karena pemerintah telah menyatakan menghentikan pencarian dan enggan untuk mengangkat bangkai pesawat itu.
"Kami harap pengangkatan badan pesawat tetap dilanjutkan. Apakah jenazah dalam keadaan utuh ataupun sudah hancur, kami sudah siap dan ikhlas menerimanya," ujar Samuel dan menambahkan bahwa hal tersebut sudah menjadi suratan takdir.
Dia berharap, pemerintah bisa bergerak cepat untuk mengangkat kotak hitam dan badan pesawat sebelum baterai Underwater Locator Beacon (ULB) yang melekat pada kotak hitam pesawat melemah atau mati karena kemampuannya hanya 30 hari. (T.K-RS/MKS1/M009/B/
(T.K-RS/B/M009/M009) 29-01-2007 23:47:57

Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA