Tuesday, April 10, 2007

KETIKA TUNJANGAN INSENTIF GURU HONORER TK DIHAPUS

1000871 4/10/2007 20:27:01
SPEKTRUM


KETIKA TUNJANGAN INSENTIF GURU HONORER TK DIHAPUS

Oleh Rahma Saiyed

"Kuberi waktuku, kucurahkan kemampuanku untuk mendidik anak bangsa demi tercapainya UUD 45." "Mendiknas, Menag, lebih baik mundur kalau tidak memperhatikan guru honor" "Bukannya menyejahterakan guru honor malah menyengsarakan," begitulah isi beberapa pamflet yang dibawa ratusan guru honorer se-Sulawesi Selatan saat melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sulsel, Senin (9/4), menolak penghapusan tunjangan insentif bagi guru-guru honorer TK.
Dalam aksi unjuk rasa itu, mereka juga mengungkapkan isi hatinya sebagai guru honorer yang merasa diperlakukan kurang bijaksana oleh pemerintah, padahal mereka cukup banyak memberikan andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Sungguh malang nasibnya guru-guru honorer, baik yang mengajar di negeri maupun swasta, khususnya terhadap guru honorer TK dan yang kurang jam mengajarnya," itulah ungkapan perasaan yang dilontarkan salah seorang guru honorer, Rusmala yang mengaku telah mengajar selama 20 tahun di salah satu TK di Makassar.
Betapa tidak, tunjangan insentif yang pernah diterimanya sejak 2000 sebesar Rp115.000 per bulan dirasakan sangat membantu kehidupan ekonomi keluarganya, meski insentif tersebut hanya diterimanya per enam bulan sekali.
Apalagi setelah mendengar kabar bahwa insentif guru-guru honorer akan naik menjadi Rp200.000 per bulan, ibu beranak lima ini mengaku semakin bersemangat mengajar.
Namun, semangat itu tiba-tiba kendur bahkan nyaris tidak ada setelah mengetahui bahwa tunjangan isnentif yang dikhususkan bagi guru-guru honorer TK akan dihapus, sebagaimana tertuang dalam surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar tertanggal 27 Maret 2007 yang mengacu pada surat Kepala Dinas Pendidikan Sulsel tertanggal 11 Maret 2007 tentang data guru calon penerima tunjangan fungsional.
Berdasarkan surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar ini, tunjangan fungsional tersebut diperuntukkan bagi guru-guru honorer SD, SMP, SMA, SMK ,namun nominalnya belum dipastikan.
"Namun sangat disayangkan, ternyata pengabdian kami selama ini dipandang sebelah mata oleh pembuat dan pengambil kebijakan. Mereka ibarat Fir'aun gaya baru yang tidak memiliki hati nurani," katanya.
"Tanpa mengurangi rasa hormat, kami mengundang bapak-bapak yang terhormat yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif untuk mencoba mengajar selama sebulan saja di TK. Bapak-bapak akan menceboki anak orang karena itulah antara lain pekerjaan guru TK yang tidak pernah merasa jijik mengurus anak orang lain," teriak Salmawati, guru honorer pada salah satu SD di kota anging mammiri ini.
"Kasihanilah kami Pak, satu bulan honor saja yang kami terima ini, tidak cukup untuk membiayai keluarga kami apalagi bila tunjangan itu mau dihapuskan. Jangankan kami sebagai guru honorer, anggota dewan pun akan melakukan unjuk rasa bila gaji yang diterimanya sebesar puluhan juta rupiah, masih dirasakan belum cukup. Di mana rasa malunya terhadap masyarakat, khususnya guru honorer yang selama ini termajinalkan," teriak ibu beranak tiga ini.
Saat pengunjuk rasa ini diterima tim penerimaan aspirasi DPRD Sulsel, Ketua Ikatan Guru Honor Indonesia (IGHI) Sulsel, Ali Kham mengatakan bahwa nasib guru honorer memang sungguh miris.
Mereka diberi pendapatan berdasarkan jumlah jam mengajar, tunjangan insentif bagi guru honorer TK akan dihapus, belum lagi ada di antara mereka yang masih menerima honor mulai dari Rp50.000 hingga Rp150.000 per bulan, padahal beberapa di antara mereka ada yang telah mengabdikan dirinya selama berpuluh-puluh tahun dalam mendidik generasi bangsa.
Harapan agar dapat terangkat menjadi PNS hanya tinggal harapan karena mereka merasa pemerintah tidak pernah memikirkan nasib para guru honorer ini.
"Ingat bapak-bapak, siapa yang pertama kali mendidik dan mengajarkan anda agar bisa membaca dan menulis kalau bukan guru-guru. Bapak-bapak tidak akan sukses dan menjadi anggota dewan kalau bukan peran serta para guru," ujar Ali Kham.
Dalam pernyataan sikapnya, IGHI Sulsel menyatakan bahwa keberadaan guru honorer sangatlah membantu kelancaran proses pembelajaran di seluruh sekolah tempat mereka mengabdi. Bukan hanya pada proses belajar mengajar saja tetapi guru honor ini juga aktif pada kegiatan ekstra kurikuler di sekolah bahkan sebagian dari mereka menduduki jabatan penting di sekolah masing-masing.
Namun amat disayangkan, pengabdian guru honorer yang luar biasa ini terkadang mengabaikan status mereka yang belum mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sebagai pegawai negeri sipil bahkan juga mengabaikan bayaran honor mereka yang juga terkadang jauh dari cukup.
Berdasarkan data IGHI Sulsel, jumlah guru honorer di Makassar saat ini tercatat sekitar 4.500 orang. Mereka berasal dari guru Dinas Pendidikan dan Departemen Agama. Jumlah ini berbeda dengan data yang dimiliki Dinas Pendidikan Makassar yakni sebanyak 5.800 orang.
"Kami meminta agar Dinas Pendidikan dan Departemen Agama Sulsel melakukan evaluasi terhadap sejumlah guru honorer di wilayah ini," pintanya.
IGHI juga meminta agar pemerintah setempat menganggarkan insentif bagi guru-guru honorer dalam APBD dan memperjuangkan guru honorer menjadi PNS dan lebih memprioritaskan guru honorer dalam penerimaan CPNS serta tidak lagi membuka pendaftaran formasi umum dalam penerimaan CPNS yang akan dilakukan kelak.
"Kami juga sangat menginginkan agar mendapatkan perlakuan yang sama dengan PNS termasuk hak mendapatkan dana lauk-pauk, karena bila mengandalkan honor yang diperoleh selama mengajar dengan target jumlah jam mengajar yang ditentukan, belum memenuhi kebutuhan hidup keluarga kami," kata Ketua IGHI Makassar, Agusman Mulbar.

Anggaran Pendidikan
Harapan agar tunjangan guru honorer ini dapat dialokasikan dalam APBD, sepertinya belum dapat terpenuhi.
Sebelumnya, salah seorang anggota Komisi D DPRD Makassar yang membidangi masalah kesejahteraan, Ilyas Ali Arief mengatakan bahwa kondisi keuangan Kota Makassar saat ini belum mampu merealisasikan tuntutan guru honorer yang menginginkan agar gajinya dimasukkan dalam APBD.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Drs Muh Asmin mengatakan bahwa dari jumlah anggaran untuk pendidikan, tidak memungkinkan untuk membayar gaji guru honorer yang mencapai ribuan orang.
Pasalnya, menurut Asmin, alokasi pendidikan yang akan dianggarkan dalam APBD 2007 yakni sebesar Rp16,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp2 miliar untuk pendidikan gratis bagi 15 SD dan 3 SMP, biaya pengadaan buku paket sebesar Rp 2 miliar, biaya peningkatan kualitas guru sebesar Rp1 miliar, dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah sebesar Rp5 miliar.
Dalam APBD itu memang tidak tercantum mata anggaran untuk tunjangan insentif gaji honorer.
"Dibayarkan pun tidak akan pernah mencukupi, apalagi kini akan dihapus. Itu sama saja artinya dengan membunuh guru honorer secara pelan-pelan dan berencana," kata sejumlah guru yang kini tengah dirundung duka itu.
(T.K-RS)
(T.K-RS/C/K002/K002) 10-04-2007 20:26:12
NNNN

Back


Database Acuan Dan Perpustakaan LKBN ANTARA